Bagikan berita ini ke teman !

Jarang sekali kegiatan tingkat nasional yang dihadiri para pemikir bangsa dapat menyentuh langsung denyut pendidikan dasar. Namun itulah yang terjadi saat Musyawarah Majelis Dewan Guru Besar (MGB) PTNBH di Padang. Peristiwa ini berawal dari sebuah pesan WhatsApp mengejutkan dari Prof. Imam Robandi, Guru Besar ITS dan penulis ternama, yang menyatakan akan hadir di Padang. Awalnya penuh keraguan, namun segera berubah menjadi keyakinan bahwa kesempatan langka ini nyata adanya.

Dengan cepat, ide cemerlang muncul: mempertemukan Prof. Imam dengan guru-guru di SD Negeri 31 Jati Tanah Tinggi. Ketua IRO Sumbar, Muhammad Dasril, menyambut baik rencana tersebut. Dukungan pun mengalir, mulai dari Pengawas Pembina, Syahril, M.Pd., hingga para guru yang segera menyiapkan penyambutan sederhana namun penuh makna. Spanduk dirancang Bu Meltha, Tari Pasambahan dan Tari Raung Galodo dilatih kilat oleh Bu Sri Hartika, sementara perlengkapan teknis ditangani Pak Nanda dan Pak Rezki. Semua bergerak cepat dalam semangat gotong royong.

Hari Kamis, Prof. Imam bersama rekannya, Prof. Prabowo, tiba di Padang. Setelah salat Zuhur di Masjid Raya Sumatera Barat, mereka sempat bersilaturahmi dengan Prof. Taufiqurrahman, Ketua Masjid sekaligus Guru Besar. Perjalanan berlanjut ke Rumah Makan Lamun Ombak, tempat mereka menikmati hidangan khas Minang sembari berdiskusi tentang filosofi hidup “Lamun Ombak”: keberanian menghadapi risiko demi meraih peluang. Usai santap siang, rombongan menuju SD Negeri 31 Jati Tanah Tinggi yang berada di Kompleks PT KAI.

Tepat pukul 14.18 WIB, kedua profesor disambut hangat oleh siswa, guru, dan kepala sekolah. Anak-anak mempersembahkan Tari Pasambahan dan Tari Raung Galodo dengan penuh semangat meski latihan hanya beberapa jam. Prof. Imam dan Prof. Prabowo terkesan, menerima sirih carano sebagai tanda penghormatan, lalu memasuki ruang pertemuan untuk melanjutkan acara inti: seminar singkat bertema “Great Teacher To Be Great To School”.

Seminar dipandu enerjik oleh Putri Nelkartika, S.Pd., yang menyelipkan pantun khas Minang. Prof. Imam menekankan pentingnya budaya membaca dan menulis di kalangan guru. Ia memaparkan hasil penelitian: hanya dua persen guru yang gemar membaca dan menulis. Baginya, membaca adalah kebiasaan wajib seorang pendidik, sementara menulis adalah maqam tertinggi. Guru yang menulis akan menularkan semangat literasi kepada siswanya. Ia juga mengingatkan bahwa teknologi secanggih apa pun tak berarti tanpa budaya literasi. Untuk itu, Prof. Imam membuka peluang bagi guru SD 31 yang berminat untuk belajar langsung bersama beliau.

Sesi berikutnya, Prof. Prabowo berbicara tentang etos kerja Jepang. Ia menjelaskan bahwa di sekolah-sekolah Jepang, setiap karya siswa selalu dinilai dan dipajang. Hal itu menumbuhkan rasa percaya diri sekaligus motivasi berprestasi. Ia juga menyoroti budaya kerja keras dan kolaborasi, mencontohkan seorang pemuda yang bekerja hingga larut malam tanpa bayaran lembur, semata-mata demi memajukan perusahaannya. Filosofi ini menegaskan bahwa kemajuan bersama akan membawa kesejahteraan semua pihak.

Materi kedua profesor ibarat benih unggul yang ditanam di hati para guru SD Negeri 31 Jati Tanah Tinggi. Dari kampus, inspirasi mengalir deras ke sekolah dasar, memperkuat keyakinan bahwa pendidikan di akar rumput perlu disentuh langsung oleh ilmu dari menara gading. Para guru merasa bangga, terhormat, dan termotivasi. Momen ini menjadi bukti bahwa sinergi antara perguruan tinggi dan sekolah dasar dapat menghadirkan keberkahan nyata.

Sebagai kepala sekolah, penulis berharap benih unggul tersebut tumbuh menjadi pohon kokoh yang memberi manfaat bagi murid, guru, sekolah, dan masyarakat luas. Acara sederhana namun sarat makna ini menjadi kenangan manis yang akan terus dikenang: ketika dua guru besar dari ITS Surabaya, Prof. Imam Robandi dan Prof. Prabowo, menyemai inspirasi di SD Negeri 31 Jati Tanah Tinggi.

Bagikan berita ini ke teman !

Leave a Comment